LAPORAN PERJALANAN
FENOMENA UNIK DESA ADAT
PANGLIPURAN
PRASPA MAN KOTA KEDIRI 3
PERIODE 2013/2014
Disusun Oleh :
Roffa Nurur Rosya XI-IPA3
(33)
MADRASAH ALIYAH NEGERI KOTA
KEDIRI 3
Jalan Letjend Soeprapto No.
58 Telp. (0354) 687876 Kota Kediri
HALAMAN PENGESAHAN
Karya tulis yang berjudul ini telah disetujui dan
disahkan pada Januari 2014 untuk memenuhi tugas semester genap pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
Kediri, 8 Januari 2014
|
Ketua Panitia,
Nurlaily Sa’adah, S.Pd.
NIP. 197201142005012003
|
|
Pembimbing,
Ummi
Asmawati, S.Pd
NIP. 197304012007012022
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan berkat serta karunia-Nya kepada saya, sehingga
saya berhasil menyelesaikan Karya Tulis ini yang berjudul “Fenomena Unik Desa
Adat Panglipuran” sebagai syarat untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia.
Saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Sja’roni, M.Pd.I selaku Kepala MAN Kota
Kediri 3 yang telah mendukung dan merestui Karya Tulis yang sederhana ini,
2. Ibu Ummi Asmawati, S.Pd. selaku guru Bahasa
Indonesia MAN Kota Kediri 3,
3. Orang tua kami yang senantiasa memberikan
dukungan dan bantuan material dalam pembuatan Karya Tulis ini,
4. Teman-teman XI-IPA 3 dan pihak lain yang turut
mendukung dan member motivasi.
Dalam
penyusunan Karya Tulis ini, saya mendapat banyak kesulitan karena kurangnya
sumber serta fasilitas untuk penyusunan Karya Tulis ini, tetapi itu semua saya
jadikan sebagai tantangan untuk dapat bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas
ini. Saya
berharap semoga karya tulis ini dapat berguna bagi para pembaca untuk lebih
mengenal dan menambah pengetahuan tentang pulau Bali terutama Desa Adat Panglipuran yang merupakan salah satu objek
wisata di Bali. Saya menyadari bahwa Karya Tulis ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta membantu dalam penyusunan Karya Tulis ini dari awal
sampai akhir. Oleh karena itu, sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima
kasih.
Kediri, 29 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................ 1
B.
Rumusan Masalah....................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan......................................................... 1
D.
Manfaat Penulisan....................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Asal-usul Desa Adat
Panglipuran............................... 3
B.
Lokasi Desa Adat Panglipuran................................... 3
C.
Beberapa Keunikan Desa Adat
Panglipuran............... 3
BAB III PEMBAHASAN
A.
Asal-usul Desa Adat Panglipuran............................... 6
B.
Lokasi Desa Adat Panglipuran...................................
C.
Tatanan Bangunan Desa Adat
Panglipuran................ 6
D.
Suasana Desa Adat Panglipuran................................. 6
E.
Beberapa Keunikan Desa Adat
Panglipuran............... 7
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................. 9
B.
Saran........................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan dunia pariwisata di
negara kita, terutama peninggalan-peninggalan sejarah yang tersebar rata di
Indonesia menjadi salah satu alasan diadakannya PRASPA (Praktik Studi
Pariwisata). PRASPA merupakan suatu kegiatan rutin tahunan yang diadakan oleh
sekolahan. Saya mengambil objek-objek PRASPA di Pulau Bali karena disana banyak
terdapat tempat-tempat wisata yang tersohor atau terkenal di dunia.
Siapa
yang tidak kenal dengan Bali, pulau eksotis yang memiliki keindahan alam yang
luar biasa dan keunikan seni budaya yang khas, sehingga tak heran jika Pulau
Bali menjadi tujuan wisata bagi banyak orang dari penjuru dunia. Mungkin selama
ini objek pariwisata di Pulau Bali yang terkenal identik dengan wisata pantai
dan laut. Namun ternyata, ada satu daerah di Bali yang menjadi objek wisata
karena daerah tersebut erat dengan nilai-nilai tradisional dan kesehatan, yaitu
Desa Adat Panglipuran. Banyak hal yang bisa kita pelajari disana.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal-usul Desa Adat Panglipuran?
2. Dimana lokasi Desa Adat Panglipuran?
3. Bagaimana tatanan bangunan di Desa Adat Panglipuran?
4. Bagaimana suasana Desa Adat Panglipuran?
5. Dimanakah letak keunikan Desa Adat Panglipuran?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Khusus:
Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas XI tahun ajaran 2013/2014.
Tujuan Umum:
1. Untuk berlatih menyusun Karya Tulis yang baik
dan benar.
2. Mengenal kebudayaan nusantara.
3. Menanamkan rasa cinta tanah air.
4. Penulis ingin memperkenalkan profil obyek-obyek
wisata yang ada di pulau Bali kepada pembaca.
5. Sebagai wawasan tambahan informasi serta
memperbanyak pengetahuan.
6. Sebagai latihan untuk memperlancar sastra dan
bahasa.
D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai materi tambahan di luar sekolah.
2. Melatih siswa agar dapat mengolah laporan widya
wisata.
3. Menambah pembendaharaan pustaka sekolah yang
menunjang minat baca siswa agar pengetahuannya lebih luas.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Asal-usul Desa Adat Panglipuran
Desa Adat Panglipuran
dibentuk pada jaman Bali Mula, masyarakat Desa Adat Panglipuran mengakui bahwa
leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede Kintamani.
Kata Panglipuran ini berasal dari kata Lipur yang
berarti menghibur hati, jadi penglipuran artinya tempat untuk menghibur hati
sambil bekerja di ladang, lama-kelamaan menjadilah Panglipuran. Para pemuka
adat setempat menuturkan bahwa nama Panglipuran mengandung makna Pengeliling Pura, sebuah tempat
suci untuk mengenang lelulur. Tanah yang sekarang ini disebut dengan Desa Adat
Panglipuran merupakan hadiah dari raja Bangli karena penduduk desa berani
bertempur melawan kerajaan Gianyar.
Desa Penglipuran yang telah didaulat menjadi desa adat
sejak tahun 1992 ini merupakan kawasan perdesaan di Bali yang memiliki tatanan
teratur baik secara fisik maupun struktur pemerintahan desa, serta tidak lepas
dari nilai-nilai budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat.
B.
Lokasi Desa Adat Panglipuran
Observasi
objek wisata Desa Adat Panglipuran. Kamis, 19 Desember 2013.
Desa Adat Panglipuran berada di desa Kubu
Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli berjarak 45 km dari kota Denpasar. Letaknya
berada di daerah dataran tinggi disekitar kaki Gunung Batur. Desa
Adat Penglipuran terletak 500-600 m di atas permukaan laut dan termasuk dalam kategori
wilayah sejuk dan memiliki cadangan air dalam jumlah cukup besar, serta memiliki batas-batas fisik wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara :
Desa Adat Kayang
Sebelah Timur :
Desa Adat Kubu
Sebelah Selatan
: Desa Adat Gunaksa
Sebelah Barat : Desa Adat Cekeng
C.
Beberapa Keunikan Desa Adat
Panglipuran
1.
Perkawinan
Adat melarang Poligami di Desa Adat Panglipuran
demi
menjaga para wanita. Meskipun ada yang boleh melakukan poligami namun akan mendapat sanksi. Masyarakat
Panglipuran
juga pantang untuk menikahi tetangga disebelah kanan dan sebelah kiri juga sebelah depan dari
rumahnya. Karena tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Sebagai contoh bapak I Wayan Supat
selaku seorang kepala adat di Panglipuran dulu beliau dalam melamar istrinya
justru dibantu oleh para tetangganya bukan oleh keluarganya sendiri. Bagi warga
yang ingin menikah dengan orang di luar Panglipuran bisa saja. Dengan
ketentuan bila mempelai laki-laki dari Panglipuran maka
mempelai perempuan yang dari daerah lain harus masuk menjadi bagian dari adat Panglipuran. Begitu juga sebaliknya.
2. Upacara Kematian
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di
Panglipuran
masyarakatnya mengadakan upacara yang biasa disebut Ngaben. Dimana ngaben ini adalah
suatu upacara kematian dalam rangka mengembalikan arwah orang yang meninggal
yang awalnya menurut kepercayaan orang Bali, arwah tersebut masih tersesat
kemudian dikembalikan ke pura kediaman si arwah. Yang membedakan daerah ini
hanyalah pada ritualnya saja. Dimana apabila orang Bali lain ngaben dilakukan dengan cara membakar mayat. Di
Panglipuran
mayat di kubur, karena daerah Panglipuran yang berada di daerah pegunungan yang jauh dari
laut.
3.
Mata Pencaharian
Petani menjadi mata pencaharian di
Desa Adat Panglipuran. Penduduk desa ini dilimpahi hujan yang lebat tiap tahunnya
sehingga memudahkan penduduknya dalam bercocok tanam dan masalah irigasi. Selain itu masyarakat juga
mengedepankan kerajinan tangan yang dijual kepada para wisatawan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Asal-usul Desa Adat Panglipuran
Desa Adat Panglipuran
dibentuk pada jaman Bali Mula, masyarakat Desa Adat Panglipuran mengakui bahwa
leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede Kintamani.
Kata Panglipuran ini
berasal dari kata Lipur yang berarti menghibur hati, jadi penglipuran
artinya tempat untuk menghibur hati sambil bekerja di ladang, lama-kelamaan
menjadilah Panglipuran. Para pemuka adat setempat menuturkan bahwa nama Panglipuran
mengandung makna Pengeliling Pura,
sebuah tempat suci untuk mengenang lelulur. Konon penduduk Desa Panglipuran
pernah diminta bantuannya oleh Raja Bangli untuk bertempur melawan kerajaan
Gianyar, karena keberaniannya, penduduk desa diberikan jasa oleh raja Bangli
berupa tanah yang lokasinya sekarang disebut Desa Adat Panglipuran.
Desa Adat Penglipuran
berkembang dari tradisi yang dibawa dari Kebudayaan Bali Aga (Bali
Mula). Seiring dengan masuknya zaman Bali Aga
perkembangan kebudayaan dengan membentuk benda-benda alam dalam susunan
yang harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan manusia dengan lingkungannya.
Semakin berkembangnya zaman, maka kebudayaan Bali Aga dipengaruhi dengan
perkembangan zaman Bali Arya dengan pembaharuan kebudayaan dibidang
sosial dan ekonomi dengan menonjolkan bidang budaya arsitektur dengan
pengkajian dan pemahaman bidang ilmu bangunan dan pemukiman seperti adanya
Lontar-lontar Asta Bumi dan Asta Kosali sebagai pedoman teori
pelaksanaan bidang arsitektur.
B.
Lokasi
Desa Adat Panglipuran
Ditinjau
dari aspek geografis, Desa Adat Panglipuran terdiri dari satu banjar adat dan
termasuk dalam batas administratif pemerintahan wilayah desa Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, yang
berjarak 45 km dari Kota Denpasar. Letaknya berada di
daerah dataran tinggi disekitar kaki Gunung Batur. Desa
Adat Penglipuran memiliki luas wilayah 160,627 ha dengan rincian sebagai berikut:
a.
Pekarangan:
14,805 ha
b.
Tegalan:
49,47 ha
c.
Laba
Pura: 15 ha
d.
Kuburan
: 0,70 ha
e.
Hutan
75 ha
f.
Lain-lainnya
5,4 ha
Untuk menuju desa ini dapat
dicapai melalui sisi timur Desa Bangli yakni Jalan Raya Bangli-Kintamani, maupun dari sisi
utara desa, yakni Jalan Kintamani Kayuambua-Bangli. Desa Adat Penglipuran memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Adat Kayang
b. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Adat Kubu
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Adat
Gunaksa
d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Adat
Cekeng
Desa Adat
Penglipuran terletak 500-600 m di atas permukaan laut, Suhu rata-rata 18°-32°C,
dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya antara 2.000-2.500 mm per tahun,
sehingga daerah ini termasuk dalam kategori wilayah sejuk dan meliliki cadangan
air dalam jumlah cukup besar.
C.
Tatanan
Bangunan Di Desa Adat Panglipuran
Keunggulan dari Desa Adat Panglipuran ini
dibandingkan dengan desa- desa lainnya di Bali adalah bagian depan rumah serupa
dan seragam dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Desa tersusun
sedemikian rapinya yang mana daerah utamanya terletak lebih tinggi dan semakin
menurun sampai kedaerah hilir. Selain bentuk depan yang sama, adanya juga
keseragaman bentuk dari bahan untuk membuat rumah tersebut. Seperti bahan tanah
untuk tembok dan untuk bagian atap terbuat dari penyengker dan bambu untuk
bangunan di seluruh desa.
Lokasi dari Desa Adat Penglipuran ini pada daerah
dataran tinggi merupakan salah satu lingkup dari kaki Gunung Batur, Kabupaten
Bangli, Bali. Hal tersebut menyebabkan keadaan topografi pada Desa Adat Panglipuran berkontur tidak
rata dan mempunyai hierarki yang tertinggi yang dimanfaatkan sebagai pura, yaitu
tempat bersembahyang dan pelaksanaan upacara adat di desa tersebut. Semakin
kearah utara topografi tanah semakin tinggi hingga didapatkan suatu hierarki
tertinggi pada Pura Panataran dan Pura Puseh yang digunakan untuk sembahyang
umat Hindu di daerah tersebut dan upacara rutin tiap 6 bulan sekali. Semakin
kearah selatan topografi tanah semakin rendah yang digunakan untuk kuburan umat
hindu di daerah tersebut.
Umat Hindu percaya arah ke
utara adalah arah mulia sehingga digunakan untuk tempat pura, apalagi didukung
dengan ketinggian tanah yang mencapai tertinggi pada area tersebut, serta arah
selatan digunakan sebagai kuburan orang desa tersebut, kuburan anak- anak serta
kuburan alah pati dan ulah pati. Untuk vegetasi yang ada di wilayah Desa Adat Penglipuran termasuk desa
yang subur dan mayoritas menghasilkan bambu, hal ini dapat dilihat dari
penduduknya banyak menggunakan bambu sebagai bahan bangunan rumah mereka.
D.
Suasana
Desa Adat Penglipuran
Desa
Adat Panglipuran, di kabupaten Bangli dapat diketengahkan sebagai salah satu
contoh. Lingkungan desanya yang lestari, tatanan kehidupan masyarakat yang
rukun, perumahannya yang teratur asri, terutama perekonomiannya yang mantap dan
hampir merata, telah banyak mengandung kekaguman. Dilihat dari bentuk
bangunannya saja, kita sudah bisa menyimpulkan bahwa keaslian Bali tetap
terjaga. Di Desa Adat Panglipuran. penampilan fisik desa adat juga sangat khas dan indah. Jalan
utama desa adat berupa jalan sempit yang lurus dan berundag-undag. Potensi pariwisata yang
dimiliki oleh desa adat penglipuran adalah adatnya yang unik serta tingginya
frekuensi upacara adat dan keagamaan.
E.
Beberapa
Keunikan Desa Adat Panglipuran
1. Tata Ruang
Tata ruang desa Panglipuran dikenal dengan Tri
Mandala yang terdiri dari tiga bagian yaitu :
a.
Utama
Orang Panglipuran biasa menyebutnya
sebagai Utama Mandala , yang bisa diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang
Panglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hyng Widi yang
mereka percaya sebagai Tuhan mereka.
b.
Madya Mandala
Biasanya berupa pemukiman penduduk yang
berbanjar sepanjang jalan utama desa. Barisan itu berjejer menghadap kearah barat dan timur. Saat ini jumlah rumah yang ada
disana ada sebanyak 70 buah. Tata ruang sebelah utara atau timur adalah pura keluarga yang telah diaben. Sedangkan Madya Mandala adalah rumah
keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh adat. Tata ruang nya adalah sebelah utara
dijadikan sebagai tempat tidur, tengah digunakan sebagai tempat keluarga sedangkan sebelah
timur dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK. Dan bagian nista dari
pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempat penyimpanan kayu.
c.
Nista Mandala
Nista mandala ini adalah kuburan dari masyarakat penglipuran.
2. Perkawinan
Di desa ini ada adat yang berlaku soal perkawinan yakni
larangan
poligami terhadap para penduduknya. Adat melarang hal tersebut demi menjaga
para wanita. Meskipun ada yang boleh melakukan poligami namun akan mendapat sanksi, biasanya si poligami akan ditempatkan pada tempat yang
bernama Nista Mandala, dan dilarang melakukan perjalanan dari selatan keutara karena wilayah utara merupakan wilayah yang paling suci. Masyarakat
Panglipuran
juga pantang untuk menikahi tetangga disebelah kanan dan sebelah kiri juga sebelah depan dari
rumahnya. Karena tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Sebagai contoh bapak I Wayan Supat
selaku seorang kepala adat di Panglipuran dulu beliau dalam melamar istrinya
justru dibantu oleh para tetangganya bukan oleh keluarganya sendiri. Bagi warga
yang ingin menikah dengan orang di luar Panglipuran bisa saja. Dengan
ketentuan bila mempelai laki-laki dari Panglipuran maka
mempelai perempuan yang dari daerah lain harus masuk menjadi bagian dari adat Panglipuran. Yang menarik adalah jika mempelai perempuan dari
desa Panglipuran
dan laki-lakinya dari adat yang lain, maka bisa saja laki-laki tersebut masuk ke dalam adat
Panglipuran dan hidup di desa Panglipuran tetapi dengan konsekuensi laki-laki tersebut
dianggap wanita oleh warga lainnya. Maksudnya tugas-tugas adat yang
dialaksanakan adalah tugas untuk para wanita bukan tugas para lelaki.
3. Upacara Kematian
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di
Panglipuran
masyarakatnya mengadakan upacara yang biasa disebut Ngaben. Dimana ngaben ini adalah
suatu upacara kematian dalam rangka mengembalikan arwah orang yang meninggal
yang awalnya menurut kepercayaan orang Bali, arwah tersebut masih tersesat
kemudian dikembalikan ke pura kediaman si arwah. Yang membedakan daerah ini
hanyalah pada ritualnya saja. Dimana apabila orang Bali lain ngaben dilakukan dengan cara membakar mayat, di
Panglipuran
mayat di kubur. Menurut analisa saya, hal tersebut dilakukan oleh masyarakat
Panglipuran
sebagai tanda hormat dan juga sebagai cara untuk mengurangi kemungkinan buruk
mengingat daerah Panglipuran
yang berada di daerah pegunungan yang jauh dari laut, seperti yang kita
tahu bahwa abu jenasah yang telah dibakar harus dilarung atau dibuang ke
laut sedangkan bagi orang Bali menyimpan abu jenasah adalah suatu
pantangan, jadi
solusi terbaik adalah dimakamkan.
4. Kesenian
Di Desa Panglipuran terdapat tari-tarian yaitu
tari Baris. Tari Baris sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang berakar
kuat pada kehidupan masyarakatnya dan hidup secara mentradisi atau
turun-temurun,
dimana keberadaan Tari Baris Sakral di Desa Adat Panglipuran adalah merupakan tarian
yang langka, dan berfungsi sebagai tari penyelenggara upacara dewa Yadnya. Adapun iringan gambelan yang
mengiringi pada saat pementasan, semua jenis Tari Baris Sakral
tersebut adalah seperangkat gambelan Gong Gede yang didukung oleh Sekaa Gong
Gede Desa Adat Penglipuran. Unsur bentuk ini meliputi juga keanggotaan Sekaa Baris sakral ini di atur di dalam awig-awig Desa Adat Panglipuran. Kemudian nama-nama penari
ketiga jenis Baris sakral ini juga
telah ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12 orang, dan Baris Bedil 20 orang.
5. Mata Pencaharian
Mata pencaharian para penduduk desa
Panglipuran
adalah sebagai petani. Dimana sawah menjadi tumpuan harapan mereka
disamping kerajinan tangan yang mereka jual kepada para wisatawan yang
berkunjung ke desa mereka. Penduduk desa ini dilimpahi hujan yang lebat tiap tahunnya
sehingga memudahkan penduduknya dalam bercocok tanam dan masalah irigasi.
6. Organisasi
Masyarakat Desa Panglipuran yang berumur tiga belas
tahun diwajibkan untuk masuk organisasi yang dinamakan Sege Taruna. Dan mereka
harus masuk organisasi ini sampai mereka menikah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat Desa Adat Panglipuran masih sangat peduli
terhadap tradisi dari leluhur mereka dengan masih tetap mempertahankan adat mereka, meskipun ditengah arus globalisasi seperti sekarang ini. Masyarakat desa
Panglipuran
bisa dibilang masyarakat terpencil karena letak desa ini cukup jauh dari daerah
kota di pulau Bali, namun keunikan Desa Adat Penglipuran sendiri membuatnya
terkenal oleh masyarakat, para wisatawan lokal maupun para wisatawan asing. Masyarakat desa
Panglipuran
masih sangat menjunjung tinggi adat maupun pola huniannya sehingga sampai saat
ini adat dan pola hunian mereka masih tetap sama.
B. Saran
1. Bagi Sekolah
a. Sekolah diharapkan mengadakan PRASPA setelah
ulangan umum atau jauh-jauh hari sebelum ujian kenaikan kelas atau UAS, agar
tidak membebani siswa dalam mengerjakan karya tulis.
b. Sekolah diharapkan dapat menganjurkan kepada
biro perjalanan agar menyusun jadwal perjalanan dengan cermat, agar peserta
PRASPA dapat mengikuti kegiatan dengan teratur.
c. Sekolah sebaiknya dapat memberi keringanan
biaya bagi siswa-siswi yang kurang mampu atau kesulitan biaya untuk mengikuti
PRASPA sehingga tidak ada siswa-siswi yang tidak bisa mengikuti PRASPA karena
kendala biaya.
2. Bagi Guru Pendamping
a. Sebaiknya lebih mengawasi, menasehati, dan
melarang siswa melakukan tindakan berbahaya sehingga tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan seperti murid tertinggal.
b. Diharapkan dapat menjadi orang tua dan teman
bagi siswa-siswi selama PRASPA sehingga dapat lebih akrab.
c. Sebaiknya lebih tegas menindak siswa-siswi yang
tidak taat dan mencemarkan nama baik sekolah.
d. Diharapkan lebih sigap menangani
kejadian-kejadian diluar dugaan yang bersifat mengganggu program PRASPA.
3. Bagi Siswa
a. Siswa diharapkan tidak hanya memanfaatkan
PRASPA sebagai sarana rekreasi, namun juga sebagai sarana belajar untuk menambah
wawasan.
b. Siswa diharapkan tertib dan disiplin agar
perjalanan PRASPA berjalan lancar.
c. Siswa diharapkan
dapat menjaga sikap selama PRASPA, serta
memperhatikan semua perintah atau peraturan dari biro tour, guru pembimbing
dan tour guide demi keamanan pribadi.
d. Siswa diharapkan
dapat menjaga barang-barang berharga dan pribadi masing-masing, agar tidak
membebani guru pembimbing.
e. Siswa diharapkan
ikut menjaga kebersihan dan kelestarian objek-objek wisata yang dikunjungi.
f. Siswa dianjurkan
tidak bepergian seorang diri di objek-objek wisata maupun pada waktu bebas
untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
g. Selama PRASPA siswa diharapkan pandai-pandai menawar barang
sebelum membeli, karena harga barang-barang di Bali relatif mahal. Harga barang
yang dijual dipatok untuk wisatawan mancanegara.
DAFTAR PUSTAKA
Observasi
langsung penulis mendatangi desa Penglipuran.
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
Azis, M. A. T, dkk. 2012. Perjalanan Study
Tour Bali. Brebes. hlm. 13-14.
Bara, F. Y. 2010. Desa
Adat Penglipuran Mempertahankan Pola Hunian Ditangah Ambisi Globalisasi. Yogyakarta.
hlm. 9-10.
LAMPIRAN
Arsitektur Desa Adat panglipuran
Bentuk Jalan
Angkul-angkul